Buah kopi yang masih hijau di salah satu kebun. Hujan turun ketika saya baru saja melalui Jembatan Bangkung, perbatasan dua desa di Kecamatan Petang, di Kabupaten Badung : Desa Pelaga dan Desa Belok Sidan. Lalu pemandangan sawah dan kebun kembali membentang di sepanjang jalur perjalanan. Puncak-puncak bukit diselimuti kabut. Kemudian, saya mengarahkan mobil untuk masuk dan parkir di halaman sebuah rumah yang asri. Saat itu adalah selepas siang di akhir pekan. Saya mengajak Asa, istri saya, berkunjung ke Belok Sidan. Ke sebuah warung kopi, yang berdampingan dengan kebun kopinya. Tempat yang saya rasa menarik. Konon, kebun kopi di daerah ini adalah kebun-kebun penghasil arabika pertama di Bali. Lebih awal dari Kopi Kintamani yang terkenal itu. Di bawah naungan payung, kami bergegas masuk ke dalam. Lalu duduk di salah satu teras untuk menikmati suara gemericik hujan yang tak terlalu deras. Udara yang sedikit berkabut terasa bertambah dingin. Secangkir cappucino , segelas teh melati, dan b
Saya tiba di sebuah desa tua ketika hari beranjak sore. Jalanan beraspal yang saya tempuh telah berakhir. Berujung di desa tua itu, desa yang bernama Tenganan. Yang berlokasi di antara perbukitan hijau. Saat itu, langit terlihat berselimutkan awan-awan mendung. Desa Tenganan Pegringsingan. Tenganan adalah sebuah desa di Kecamatan Manggis, di Kabupaten Karangasem, Bali. Yang menjadi spesial dari desa ini adalah ia merupakan desa tradisional. Yang masih dominan mempraktikkan cara-cara hidup warisan leluhurnya dari masa silam. Penduduk Desa Tenganan adalah masyarakat Bali Aga, yaitu sub suku Bali yang dianggap sebagai Bali yang asli. Kadang disebut juga sebagai Bali pegunungan. Mereka telah ada atau datang ke Pulau Bali sebelum era migrasi Hindu Jawa dari Majapahit. Majapahit menguasai Bali pada abad ke-14. Mendung yang seharian ini bergelayut akhirnya menurunkan hujannya. Saya yang datang bersama rombongan keluarga buru-buru ke loket masuk. Untuk berteduh sekaligus meminta izin akan jal