Skip to main content

Posts

Showing posts from 2021

Sehari ke Pohen

Tak banyak yang tahu tentang sebuah gunung di Bali yang bernama Pohen. Karena memang kurang dikenal. Tak seperti Gunung Agung atau Gunung Batur yang banyak dikunjungi pendaki. Gunung Pohen adalah salah satu puncak atau gunung di kawasan Cagar Alam Batukaru. Cagar alam satu-satunya yang ada di Pulau Bali. Lokasinya di Tabanan, Bali.  Dengan tinggi 2.063 mdpl (meter di atas permukaan laut), Gunung Pohen berdiri berdampingan dengan gunung-gunung lainnya di kawasan cagar alam. Selain Pohen, ada Gunung Batukaru, Sanghyang, Lesung, Tapak, dan Adeng. Gunung Pohen dilihat dari salah satu kemah induk Geothermal Peta pegunungan di Bali bagian tengah Teman Berkaki Empat Pagi itu, saya bersama Dwiana Putra, yang biasa dipanggil Ufo, berangkat dari Kota Denpasar. Menuju kaki Gunung Pohen di Bedugul. Kami akan mendaki ke Pohen, berolahraga di akhir pekan. Mendakinya secara tiktok , naik dan turun dalam sehari. Dan kami tak hanya berdua. Ada teman berkaki empat yang ikut serta. Namanya Kimmy. Panggil

Dagang Jukut

Dagang Jukut Jika olahraga di persawahan Kertalangu di pinggiran Kota Denpasar, kita pasti melihat ada beberapa perempuan paruh baya yang berjualan hasil sawah dan ladang. Seperti Ni Wayan Muntik di foto ini. Saban sore ia biasa menggelar dagangannya di pematang sawah di tepian jalur olahraga.  Biasanya ada kangkung dan kacang panjang yang dijual, atau daun pisang. Tapi sepertinya memang bukan musimnya kali ini. Yang saya lihat adalah jagung, ubi, talas, dan daun pepaya muda. Ada juga lengis tandusan , minyak kelapa yang diolah secara tradisional dalam botol air mineral. Saya kira itu adalah sebotol arak bali. Lengis ini cocok untuk buat sambal matah , katanya meyakinkan saya.  Ia yang lahir dan besar di Kertalangu bercerita pada saya, yang nongkrong di depan lapaknya. Tentang aktivitasnya sehari-hari membuat ceper  dan porosan untuk bahan canang. Tentang aktivitasnya mencari nafkah dengan berjualan di Kertalangu. Tentang kisahnya yang masih lajang dan tak mau merepotkan para keponaka

Kena Covid

Akhirnya saya terkena penyakit karena virus laknat ini. Saya menyebutnya laknat karena saya kesal sekali. Pada virusnya, pada penyakitnya, dan juga pada imbasnya yang terjadi yang membatalkan banyak sekali rencana. Ceritanya dimulai pada akhir minggu kedua bulan Agustus 2021 ini. Saya yang sudah bekerja WFH setahun lebih, mengambil cuti beberapa hari di antara libur tujuhbelasan dan Idul Adha. Dan di waktu libur inilah, saya mencurigai virus tersebut mengenai saya. Malam itu, menjelang upacara piodalan di pura keluarga besar saya di Klungkung, saya cegukan. Biasanya, jika saya cegukan, itu menandakan saya akan sakit. Tapi hari itu, saya tetap memutuskan untuk pulang dari Denpasar ke Klungkung. Esok harinya, seperti dugaan, saya mulai demam. Saya tak menghadiri upacara piodalan. Saya yang belum tahu bahwa saya sudah terkena covid, hanya mengira flu biasa, memutuskan tak datang ke upacara untuk jaga-jaga saja. Siapa tahu beneran covid dan itu menular ke yang lain. Lewat tiga hari, demam