Suasana ceria kembali terjadi. Buktinya beberapa saat kemudian, Joger kemudian bergabung dengan anak-anak lain yang juga udah lulus. Sebenarnya, di hari pelulusan ada larangan corat-coret dari sekolah. Sehingga pakaian yang dikenakan waktu pembagian ijazah adalah pakaian adat Bali. Jika memaksa corat-coret maka ijazah akan ditahan, begitu kepala sekolah mengancam.
Tapi maklumlah, namanya juga anak-anak SMA yang baru gede, pakaian adat Bali pun berganti menjadi seragam putih abu setelah ijazah telah dibagikan dan diamankan. Sebagian besar saling menandatangani baju pake pylox dan spidol warna-warni. Dan nggak lupa juga kejadian pada hari itu diabadikan lewat foto-foto oleh anak-anak yang membawa kamera. Semuanya pada bergaya. Say cheers...!!! Jepret...!!!
Sekejap kemudian, ramailah lapangan sekolah dipenuhi anak-anak kelas tiga yang saling menyemprotkan pylox ke rambut dan baju teman-temannya.
Ups!!! Joger tampak menghilang dari kerumunan anak-anak yang bergembira ria semprot menyemprot pylox. Ia memisahkan diri. Bajunya udah kena pylox sedikit. Putihnya masih banyak sekali.
Rupanya Joger lagi nyamperin Dian, anak kelas IPS yang sedari dulu dikecengin oleh Joger.
“Dian……!” panggil Joger.
“Ya?”
“Selamat ya udah lulus.” ujar Joger sambil mengulurkan tangannya yang kemudian disambut oleh Dian.
“Makasih….!!! Selamat lulus juga buat kamu Ger“
“Makasih.”
“Eh, NEM kamu berapa Ger?” tanya Dian.
“Ya…., lumayan. Kalo kamu?”
“NEMku lumayan juga. Paling gede di kelasku.” jawab Dian sambil tersenyum bangga.
“Wah…, Sombong nih baru NEMnya gede.”
“Iyalah, boleh dong sombong sekali sekali.”
“Sekarang tanda tanganin bajuku dong!” pinta Joger.
Dian diam sejenak sambil ngeliatin baju Joger.
“Tanda tangan di mana nih?”
“Ya, tanda tangan di mana aja deh. Asal jangan di daerah yang berbahaya” jawab Joger spontan.
“Berbahaya? Berbahaya gimana?”
“Ya berbahaya.”
“Kalo yang sedikit berbahaya gimana? Boleh nggak?”
“Jangan! Yang sedikit berbahaya nggak boleh.”
“Kok nggak boleh?”
“Kalo mau, mending yang sangat berbahaya sekalian.”
“Ha…ha…ha….” keduanya ketawa bareng.
“Tanda tangan di sini aja ya!” lanjut Dian, kemudian nyoret-nyoret baju Joger di bagian punggung pake spidol ijo.
“Udah Ger” ujar Dian.
“Thanks ya.”
“Yup.”
Selanjutnya Joger bengong karena diliatnya Dian yang sepertinya nggak ikutan corat-coret. Ia masih berpakaian adat Bali. Cantik sekali.
“Kamu mau ke mana sekarang?”
“Mo pulang.” jawab Dian.
“Pulang?.”
“Ya. Disuruh cepat pulang ama ibuku.”
“Lho, kenapa?”
“Aku masih ada urusan di rumah.”
“Oo…”
“Yuk ya Ger! Aku pulang duluan” Dian melambaikan tangannya.
Joger kontan aja tambah bengong. Dalam hatinya ia berpikir, ternyata lulus SMA itu menyedihkan juga. Soalnya, selain senang karena udah berhasil menyelesaikan pendidikan, Joger jadi sedih karena harus berpisah dengan teman-temannya. Dan salah satunya, sedih karena Joger berpisah dengan Dian. Joger nggak bisa ngecengin Dian lagi. Nggak bisa ngeliatin wajah cantiknya lagi. Kan diam-diam, Joger yang rada-rada pendiam tapi kadang-kadang konyol sangat suka ama Dian. Ia bahkan bertekad mau ngungkapin perasaan dari hatinya yang paling dalam itu sebelum Dian keburu pergi. Duileee…!!!
Makanya setelah Joger melihat Dian udah berlalu mau pulang, Joger buru-buru mengejarnya sampai di tempat parkir. Rencananya Joger mau ngungkapin perasaannya saat itu juga. Abis kapan lagi ia akan bisa ketemu ama Dian.
“Dian…, tunggu bentar dong!” panggil Joger setengah berlari.
Dian menoleh.
“Apaan Ger?” sahutnya.
“Jangan pulang dulu dong. Aku mau bicara sebentar.”
Dalam hatinya Joger udah deg degan bukan main.
“Dian...” Joger lalu diam.
“Ya?”
“Aku mau bicara ama kamu.”
“Bicara apa Ger? Kayaknya serius amat.”
“Begini, kan kita sekarang udah lulus. Terus udah mau pisah.”
“Lalu?”
“Sebelumnya aku mo minta maaf jika selama ini aku ada salah ama kamu.”
“Oh…, sama sama Ger. Aku juga minta maaf jika aku ada salah ama kamu. Dan thanks juga kamu udah baik ama aku selama ini” jawab Dian.
“Selain itu. Sebenarnya aku mau……. Aku…” Joger terbata-bata. Jadi bingung dia.
“Kenapa Ger?”
“Eh, aku…” Joger tambah ga jelas.
Dian yang kayaknya udah tau niat Joger akhirnya bicara.
“Ger. Aku tau kok kamu mau bilang apa ama aku. Aku ngerti. Tapi jangan sekarang deh Ger. Aku mo pulang. Aku harus nganterin ibuku.” ucap Dian menatap Joger.
“Tapi dengerin bentar aja deh!” serta merta Joger menarik tangan Dian yang udah mau mengambil motornya.
“Tapi Ger. Jangan sekarang. Kan masih ada waktu lain.” jawab Dian sambil kembali mau mengambil motornya.
Tapi kemudian ditarik lagi oleh Joger sehingga terjadilah tarik-menarik tangan antara keduanya hampir selama dua puluh empat jam kurang sedikit. Dan akhirnya tangan itu didapatkan oleh……. Eh bukan ding. Maksudnya, Jogerlah yang akhirnya mengalah.
Joger tahu kalau nggak baik memaksa seseorang untuk mau dengerin apa yang mau dibicarakan. Nggak baik memaksa orang lain untuk mau dengerin perasaannya. Dan sungguh, ia tahu akan hal itu.
“Ya deh, nggak pa pa” ucap Joger.
Dian diam. Ditatapnya Joger.
“Maaf ya Ger.“
“Ya.”
“Aku tahu kok apa yang akan kamu katakan”
Joger hanya tersenyum.
“Tapi walaupun ini adalah hari perpisahan, lain kali aku harap kita masih bisa ketemu lagi” lanjut Dian.
Keduanya kembali diam. Hening beberapa saat. Hanya suara daun dan angin yang berdesir membelai wajah mereka serta hiruk pikuk suara anak-anak yang corat-coret di kejauhan.
“Yuk Ger. Aku pulang dulu” ujar Dian memecah keheningan mereka.
Joger menganggukkan kepalanya.
“Ati ati ya!”
Dian mengambil motornya sambil tersenyum pada Joger. Kemudian berlalu meninggalkan Joger sendiri di tempat parkir itu.
Joger menatap kepergian Dian. Ia kecewa. Tapi ia tau kalau itu bukan salahnya ataupun salah Dian. Cewek yang dikenalnya sejak kelas satu Es Em Pe, cewek yang selalu baik padanya, yang selalu dikecenginnya setiap hari, mulai saat itu, mulai detik itu, sudah tidak satu sekolah lagi dengannya. Ya, sebab hari itu adalah hari terakhir Joger, Dian, dan anak-anak kelas 3 yang lain memakai seragam putih abu sebagai penghuni Ekasma tercinta. []
Bandung, Desember 2001
Catatan:
- Kisah cerita ini adalah fiksi.
- Jika ada kesamaan nama, tempat, atau kejadian, itu hanyalah kebetulan yang disengaja.
Comments
Post a Comment
Comment