Urutan

Urutan.


Di Bali, ada makanan tradisional. Namanya: urutan. Sayangnya, ia tidak bisa dikonsumsi oleh sebagian umat beragama maupun mereka yang vegetarian, karena terbuat dari daging babi. Bentuknya menyerupai sosis. Dibuat dari usus babi yang diisi dengan daging cincang dan beragam rempah. Menjadi makanan khas saat hari raya, seperti Galungan dan Kuningan.

Pada masa kulkas belum ada, kebutuhan mengawetkan makanan melahirkan kreativitas kuliner semacam ini. Daging isiannya dijaga agar tak terkontaminasi cairan apapun, seperti darah atau pun air. Bumbunya dari berbagai jenis rempah yang dikenal dengan nama basa genep: campuran bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit, dan lain-lain. Kadang bagi beberapa orang, ditambahi pula bahan seperti cengkih, serai, dan sejenisnya; sesuai selera.

Beberapa jenis rempah di Nusantara memiliki kandungan antimikroba dan antioksidan. Karenanya ia bisa membantu memperpanjang umur simpan makanan secara alami, dengan menghambat pertumbuhan bakteri. Itulah kenapa Bangsa Eropa rela bertaruh nyawa, menjelajah mencarinya ke negeri kita di masa lalu.

Setelah berbentuk sosis, ia dijemur berhari-hari hingga kering. Digantung di tempat tinggi sehingga anjing atau kucing tak sanggup mencurinya, juga lalat-lalat tak bisa mencapainya. Tujuannya supaya awet. Bisa untuk waktu yang  lebih lama. Maklum, dulu, memiliki lauk di dapur bukan hal mudah. Beda dengan kini, kapan pun mau, tinggal beli.

Sekarang jarang ada yang membuatnya dengan cara lama. Saya melihatnya terakhir kali ketika masih kecil, atau setidaknya saat beranjak remaja. Itu sudah belasan tahun lalu. "Ngapain dijemur seperti zaman purbakala? Lebih baik langsung digoreng, atau dikukus lalu disimpan di freezer", kata seorang kerabat ketika membicarakan makanan ini.

Urutan hanyalah satu contoh dari kecerdikan kuliner di Nusantara. Di berbagai daerah, prinsip yang sama hadir dalam wujud yang berbeda: rendang yang bisa bertahan berminggu-minggu karena dimasak lama hingga kering dalam limpahan rempah, dendeng yang diasinkan lalu dijemur di bawah matahari, atau ikan asap yang menghembuskan aroma kampung pesisir. Semua resep itu seperti strategi bertahan hidup. Pengetahuan yang lahir dari keterbatasan, melahirkan rasa yang abadi.

Kini, ketika teknologi dan kemudahan hadir di setiap rumah; juga aplikasi belanja bisa mengantar makanan dalam hitungan menit; kita mudah lupa bahwa dapur Nusantara dibangun di atas kearifan masa lampau. Mungkin kita tak lagi menjemur urutan di depan rumah, atau menunggu rendang mengering di atas tungku. Namun, memahami caranya bekerja bagai merawat ingatan yang sama berharganya dengan cita rasa kuliner itu sendiri.

Sebagaimana niat Bung Karno yang mengumpulkan resep Mustika Rasa demi identitas nasional, makanan tradisional ini menjaga kita agar tetap terhubung dengan asal-usul. Di tengah arus modernitas yang serba cepat, kearifan kuliner mengingatkan kita bahwa rasa terbaik lahir dari proses yang panjang. Dan mungkin, saat menikmatinya, kita juga sedang mendengar pesan nenek moyang untuk tidak lupa dari mana kita berasal. []


I Komang Gde Subagia | Klungkung, November 2025

Comments