Saya suka jalan kaki. Beberapa tahun belakangan ini, saya selalu membiasakan diri berjalan kaki ke mana pun. Terutama yang jaraknya tak lebih dari lima kilometer. Bahkan sesekali hingga belasan kilometer. Apa pasal? Yang pertama adalah untuk melatih fisik. Kedua karena saya ikut beberapa challenge di Strava yang menghitung prestasi berdasarkan jarak tempuh dengan berlari atau berjalan kaki. Dan yang ketiga adalah karena kebiasaan itu saya jadikan ajang rekreasi, di mana saya bisa menyaksikan berbagai peristiwa yang tentu terlewatkan jika dilalui dengan kendaraan bermotor.
Rasanya ada yang aneh dengan kebiasaan jalan kaki ini. Bayangkan, entah berapa kali saya berkeliling di sekitar rumah untuk sekedar beli panganan ringan, misalnya, sebanyak itu pula saya terlihat aneh di mata orang lain yang melihat. Kadang beberapa hari sekali saban sore, saya sengaja berkeliling kota menyusuri trotoar melalui gang-gang tersembunyi, tak jarang beberapa mata menatap saya curiga. Mungkin karena saya suka melihat-lihat pemandangan sambil memotret dengan kamera di telepon genggam di sepanjang perjalanan. Jadi dikira orang sebagai intel atau punya niat tak baik.
Gambar yang saya ambil ketika jalan-jalan di seputaran Sanur, Bali |
Investasi paling dasar dan paling berharga bagi manusia adalah kesehatan fisik. Dan berjalan kaki adalah salah satu caranya. Dalam dunia olahraga, kegiatan ini lebih dikenal sebagai jenis 'kardio' ringan. Menyehatkan dan menguatkan jantung. Membakar lemak. Juga melatih endurance atau daya tahan. Dan tentu saja dengan catatan dilakukan dengan benar serta mengetahui batasan diri. Jika lebih serius, kita bisa mengkalkulasinya dengan perhitungan kalori, pertimbangan massa otot, kualitas istirahat, dan lain-lain. Malah terdengar rumit, ya? Rasanya tidak juga. Saya mungkin bisa membahas perhitungan-perhitungan ini lebih detail di tulisan lain.
Kembali lagi pada kebiasaan jalan kaki. Di negeri kita, yang jumlah pejalan kakinya lebih sedikit daripada pengguna kendaraan bermotor, menjadi sangat disayangkan ketika tak ada perhatian serius pada 'alat transportasi' alami ini. Tak ada perhatian serius dari kita semua, jika kita tak mau hanya menyalahkan pemerintah. Berapa banyak sih orang-orang di sekitar kita, seperti keluarga atau rekan kerja, yang terbiasa jalan kaki ke mana-mana? Seberapa aman dan nyaman kah trotoar pinggiran jalan? Atau sebelum berbicara trotoar yang aman dan nyaman, rasanya lebih banyak jalan yang tak memiliki trotoar, bukan?
Meskipun demikian, daerah yang saya tinggali kini, yakni Bali, bisa dibilang cukup memberikan fasilitas bagi pedestrian. Itu lumayan menjadi hal yang positif, sangat membantu. Tapi rasanya itu lebih banyak ditujukan untuk kepentingan wisatawan di kantong-kantong pariwisata seperti Sanur, Nusa Dua, Kuta, dan Ubud. Juga pusat-pusat kota seperti Denpasar atau Gianyar, yang jalur pedestriannya terlihat ditata bukan murni untuk kepentingan masyarakat pejalan kaki, tapi untuk menjamu turis.
Tahun lalu, saya sempat berkunjung ke Singapura. Negeri tetangga yang kotanya paling maju di Asia Tenggara. Hal yang paling membuat saya terkesan di sana adalah keistimewaan bagi para pedestrian, bagi para pejalan kaki. Semua trotoarnya bersih dan rapi, tampak benar-benar dipelihara dengan baik. Ada di seluruh tempat yang saya lalui, tak hanya di tempat-tempat tertentu. Seluruh jalur pedestriannya terhubung dengan zebra cross yang ramah serta jembatan penyeberangan yang nyaman. Juga terhubung ke berbagai taman kota, tepian sungai, tepian pantai, serta terkoneksi ke bukit-bukit dan hutan-hutan yang secuil di negeri tak luas itu. Juga terhubung ke halte dan stasiun transportasi umum. Saya sangat menikmati perjalanan jalan kaki di sana.
Membayangkan nyamannya berjalan kaki di 'kota singa' itu, sedikit tidaknya membuat saya 'iri'. Kenapa sih di negeri kita tak bisa seperti itu? Jika bukan kita sebagai masyarakatnya yang memiliki kegemaran dan kepentingan berjalan kaki, maka rasanya tak akan ada yang memprioritaskan jalur-jalur khusus bagi para pejalan kaki ini. Kita sendiri yang tak membuatnya mnejadi penting. Maka orang-orang akan tetap seenaknya memarkir kendaraan atau membuka lapak kaki lima di trotoar. Pemerintah bisa jadi akan makin tutup mata dan membiarkannya. Dan makin lama, orang makin malas berjalan kaki. Begitu terus.
Jadi, apa solusinya? Yang paling mudah tentu solusi yang dimulai dari diri sendiri: membiasakan diri berjalan kaki. Selain membuat sehat, juga bisa menularkan kebiasaan yang baik. Jika makin banyak orang berkepentingan dan membutuhkan fasilitas berjalan kaki, tentu makin lama akan makin diprioritaskan oleh kita dan juga oleh pemerintah. Kita sebagai masyarakat akan sadar jika menyalahgunakan jalur pedestrian adalah hal yang tak baik. Dan pemerintah pun kan terpicu akan membangun fasilitasnya menjadi makin baik karena yang menggunakannya semakin banyak. Yuk, mari kita rajin berjalan kaki! []
I Komang Gde Subagia | Denpasar, November 2024
Comments
Post a Comment