Skip to main content

Sebuah Kebiasaan

Jika pada suatu hari kita melihat telepon genggam kita ada sebuah panggilan tidak terjawab atau sebuah pesan singkat masuk yang membutuhkan suatu jawaban atau respon, apa yang akan kita lakukan?

Jika nomor pemanggil atau pengirim pesan singkat tersebut adalah dari orang tua kita, dari teman kita, atau dari kantor tempat kita bekerja, berbedakah kita memperlakukannya?

Mungkin kita semua mempunyai kesibukan masing-masing. Mempunyai waktu yang mungkin tidak ingin diganggu oleh kepentingan orang yang menelepon atau mengirimkan sebuah pesan singkat. Tapi tidak memperdulikan sama sekali sebuah panggilan tidak terjawab atau pesan sigkat yang kita terima menurut saya adalah sebuah attitude yang tidak baik. Coba kita renungkan, hal apa yang bisa membenarkan kita untuk tidak memperdulikan hal-hal seperti itu? Kita memiliki telepon genggam, tentu memiliki kewajiban karena memiliki telepon itu. Walaupun ini hal kecil, setidaknya hal kecil tersebut adalah cikal bakal hal yang besar dalam hidup kita.

Ini sering kali saya temui dalam kehidupan sehari-hari. Membiasakan diri untuk acuh tak acuh sampai terlupa ketika mendapatkan sebuah pesan singkat yang membutuhkan jawaban kita atau tak ambil pusing melihat ada puluhan panggilan tidak terjawab di telepon genggam kita. Kalau toh ada pekerjaan atau aktivitas yang sedang kita lakukan, bukankah lebih baik kita menelepon kembali atau membalas pesan setelah aktivitas kita selesai? Seusai tidur, seusai makan, atau hal-hal lain yang mungkin membutuhkan kita untuk menyelesaikannya lebih dahulu dengan sempurna. Kemudian tentu menanyakan kembali ada hal apa yang diperlukan si penelepon atau sedikit tidaknya memberikan jawaban atas pertanyaan si pengirim pesan.

Tak perlu melihat untung atau rugi, kecuali kalau kita menganggap kita ini adalah seorang pedagang dalam berinteraksi dengan seseorang yang meninggalkan panggilan tak terjawab atau pesan singkat. Ini adalah sebuah kebiasaan. Sebuah kepribadian. Tentang kejujuran. Tentang bagaimana kita memberikan respon atas sesuatu yang dialamatkan kepada kita. Yang penting adalah kita memberikan sebuah kepastian akan sebuah pertanyaan atau panggilan yang belum sempat kita jawab. Iya atau tidak. Tahu atau tidak tahu.

Kalau menurut saya, ini bukan masalah dengan siapa kita berinteraksi di telepon tersebut, melainkan bagaimana kita selayaknya berinteraksi. Tidak peduli di sana adalah rekan kantor, bos atau bawahan, dosen atau teman kuliah, atau nomor yang tidak kita ketahui sama sekali. Ini tentang bagaimana kita menghargai orang lain yang mungkin membutuhkan kita, terlepas dari kita bisa atau tidak. Ini tentang bagaimana kita menjalani proses kehidupan dan kewajiban kita, tentang bagaimana kita mengikuti alurnya dengan baik. Kalau kita pernah tidak dihargai, tentu kita bisa belajar untuk menghargai, bukan malah menjadi sebaliknya menjadi ikut-ikutan untuk tidak menghargai. Dan segala hal yang tidak sepatutnya, tidak membuat kita menjadikannya sebagai kebiasaan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Jakarta, Januari 2011

Comments

  1. Bijaksana sekali... bagaimana soal telepon atau pesan yang ga penting dan menipu Jrot? Sering banget belakangan ini.

    ReplyDelete
  2. SMS yang jelas menipu yang nawarin hadiah berjuta kan tentu berbeda Tong ama sms yang nanya "kamu bisa temenin aku ke toko buku nggak besok?".

    :D

    ReplyDelete
  3. siapa itu yang tega-teganya ga angkat telpon dari jrot? kejam sekali tuh orang.. :

    ReplyDelete
  4. nice opinion !! :) saya suka blognya - sedikit menyadarkan diri untuk menghargai orang lain, meskipun masalah sepele tapi... yah itu awal kita menghargai diri sendiri bukan ?

    ReplyDelete
  5. @Adek : Hahaha... Bukan siapa-siapa, hanya oknum.

    @Pipit : Terima kasih. Semoga bisa diambil manfaatnya. :-)

    ReplyDelete

Post a Comment