Skip to main content

Nostalgia, Katanya


"Nostalgia adalah ketika jang manis terasa pahit, dan jang pahit terasa manis. 
Karena hidoep telah mendjadi kenjataan."

Pada suatu sore yang cerah di akhir Maret 2012 empat tahun silam, saya bersama beberapa rekan yang sebagian besar adalah alumni STT Telkom saat itu telah selesai mengayunkan cangkul dan mencuci tangan di tepian sebuah danau buatan yang asri. Lubang-lubang tanam pada tanah berkedalaman setengah meter telah terisi bibit-bibit pohon dari Perhutani Kabupaten Bandung dan dari koleksi Sekre Astacala. Kegiatan menanam pohon sebagai bagian dari acara Reuni Akbar IT Telkom 2012 sudah diselesaikan sore itu. Menjelang malam,  kampus putih biru di Bandung Selatan makin ramai dan mulai memusat di gedung besar yang bernama Gedung Serba Guna. Penampilan Java Jive menjadi pamungkas nostalgia setelah kumpul-kumpul bersama seharian dan serah terima jabatan pucuk pimpinan tertinggi ikatan alumni kampus ini.

Dan di akhir minggu pertama April 2016 ini, memori empat tahun silam itu sedikit tidak kembali berdengung di kepala saya. Saat ini, Forum Alumni Universitas Telkom (FAST) sedang mengadakan reuni akbar dan mengundang seluruh anggotanya. Walaupun seluruh alumni diundang, saya yakin yang hadir tak lebih dari sepuluh persennya. Bukannya menyepelekan, tapi ini memang berdasarkan perhitungan probabilitas statistika yang saya pelajari dari dosen yang dulu pernah menolak saya masuk kelas karena rambut saya gondrong. Dan salah satu dari yang tidak datang ke reuni itu tentu saja adalah saya. Walaupun saya bukan siapa pun dalam sebuah organisasi FAST, dan juga lebih sangat banyak untuk tak ambil pusing dalam segala urusan FAST, tapi alasan saya tak datang adalah lebih karena memang belum ada kesempatan ke Bandung. Toh walaupun berkesempatan, saya paling jauh hanya berperan menyumbangkan satu suara untuk pemilihan umumnya atau bernostalgia menyaksikan bintang tamu yang katanya adalah Kahitna. Selebihnya, saya lebih memilih untuk nongkrong di sebuah saung di pojok Student Center sambil ngopi dan mungkin berdebat setelah lelah berdiskusi, melihat koleksi buku dan foto, atau mungkin bergelayutan pada bouldering wall yang baru dibuat secara berdikari. Dan yang pasti, saya tak akan lengah untuk bisa dilemparkan ke kolam ikan di sampingnya.

Berbicara tentang reuni tentu juga berbicara tentang almamater. Dan berbicara tentang almamater adalah berbicara tentang hal mendasar yang menjadi akar. Almamater adalah induk, asal-usul, dan identitas diri yang menjadi bagian sejarah kita sehingga kita menjadi seperti saat ini. Kalau menilik kata Bung Karno tentang 'jas merah', walaupun sejarah adalah masa lalu, ia menjadi titik awal untuk menjalani masa depan. Kita akan mengerti bahwa kehidupan yang sudah dijalani dan menjadi kenangan itu adalah suatu hal yang penting. Jadi, jangan sepelekan almamater. Menurut saya, itulah alasan bertemu kembali dan melakukan reuni. Sementara menonton Kahitna, biarlah itu menjadi urusan belakang saja.

Tapi, reuni bisa jadi merupakan hal yang sangat dihindari bagi sebagian orang. Kita semua yang dulu bersama dan kemudian berpisah tentu mengalami perkembangan psikologis yang tak sama sampai nantinya bertemu kembali dalam sebuah reuni. Sebagaimana hukum dualitas semesta, jika ada baik, tentu ada jelek. Siapa yang tahu kita jadi seperti apa sekarang saat dahulu kala? Bisa saja ada dari kita yang saat ini kondisinya tidak sebaik dulu dan enggan bertemu. Jika ada hal yang indah, tentu ada juga hal yang buruk. Siapa yang menjamin bahwa kenangan kita dulu selalu indah? Bagaimana kalau kenangan itu buruk dan tak ingin diingat lagi? Entah menyangkut individu, benda, atau tempat yang mungkin nanti akan ditemui kembali saat reuni. Yang pasti, kedewasaan dan kebijaksanaan kita lah yang nantinya diuji. Harapan saya, tentu semoga semuanya akan baik-baik saja.

Terlepas dari semua kemungkinan dan kenangan yang indah atau buruk itu, kalau ada reuni, kita bisa ambil manfaat dan kesempatan yang ada. Bisa bertemu dengan teman dan sahabat lama misalnya yang membuat kita lebih bahagia. Artinya, kita masih memiliki mereka bukan? Kata para psikiater dalam tulisannya yang pernah saya baca di sebuah artikel media, merasa memiliki teman dan sahabat bisa membuat kita merasa lebih rileks dan tidak kesepian. Dan itu menyehatkan dan bisa memperpanjang usia. Selain itu, pertemuan juga bisa membuka jalan ke dunia yang baru, seperti berbagi seputar dunia hobi dan wawasan yang digeluti teman lama kita itu. Atau bisa juga membuka peluang bisnis dan karir. Ujung-ujungnya, toh akan membawa manfaat juga untuk kita sendiri. Kalau bisa, bermanfaat juga untuk keluarga di rumah, selanjutnya untuk masyarakat, bangsa, dan negara. Sementara, bagi mereka yang berebut kursi pimpinan sebuah ikatan alumni dalam reuni, ketika berhasil, tentu itu akan menjadi sebuah batu loncatan dan menambah jam terbang untuk mereka menjadi pemimpin di level yang lebih tinggi ke depannya. Kalau suatu hari nanti jadi menteri, bolehlah saya sedikit numpang keren jadi satu kampus dengan sang menteri itu. Bermanfaat juga bukan?

Akhirnya, selamat bernostalgia untuk para alumni dalam Reuni Akbar Universitas Telkom 2016. Mengutip kalimat dari senior saya di Astacala yang sebenarnya sudah tua tapi katanya selalu berjiwa muda, "Nostalgia adalah ketika jang manis terasa pahit, dan jang pahit terasa manis. Karena hidoep telah mendjadi kenjataan." Duh...

Akhir kata, salam dari saya, yang bukan siapa-siapa, hanya dulu pernah kuliah dan kadang nitip absen di kampus putih biru yang katanya 'mewah' mepet sawah. []

Denpasar, April 2016

Comments