Skip to main content

Kenali Greenwashing

Di pasar swalayan kita sering ditawari ‘green bag‘. Saat di mal, ada agen yang aktif mempromosikan apartemen ‘green building‘. Kemudian saat di jalan, ada spanduk besar kontraktor yang katanya ‘green‘. Dalam kampanye-kampanye, ada pidato basa-basi tokoh politik yang juga menyinggung-nyinggung ‘green‘.

Di zaman sekarang ini kita dikelilingi oleh berbagai iklan dan ajakan yang diberi warna hijau. Pada kenyataannya, ada kalanya klaim green tersebut tidak sungguh-sungguh atau palsu. Klaim green palsu tersebutlah yang disebut sebagai greenwashing, yaitu tindakan yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk memberi kesan bahwa mereka bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup sehingga mendapatkan keuntungan dari hal tersebut.

Greenwashing

Istilah greenwashing ini pertama kali dikenalkan oleh Jay Westerveld, seorang penggiat lingkungan di New York pada tahun 1986 tentang praktik industri hotel yang menempatkan plakat di setiap kamar untuk mempromosikan penggunaan kembali handuk sebagai tindakan pura-pura untuk menyelamatkan lingkungan. Westerveld mencatat bahwa usaha mengurangi limbah yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut terbukti dengan tidak adanya pengurangan biaya praktek yang dilakukan. Dan Westerveld berpendapat bahwa tujuan sebenarnya dari ‘kampanye hijau’ pelaku bisnis perhotelan itu pada kenyataannya adalah untuk peningkatan laba.

Untuk mengetahui greenwashing, berikut ada contoh tindakan yang mungkin bisa kita temui dalam kehidupan sehari-hari.

  1. Perusahaan mendanai penanaman ribuan pohon tapi pada kenyataan di baliknya telah melakukan perusakan yang jauh lebih besar. Atau melakukan penanaman pohon pada launching produk tertentu tetapi setelah itu ditinggal dan pohonnya mati.
  2. Produk kertas semisal copy paper dengan logo ‘green‘ seolah-olah kertas ini sudah disertifikasi sebagai kertas ramah lingkungan, padahal logo sertifikasi tersebut buatan dari perusahaan itu sendiri.
  3. Pasar swalayan yang katanya menyediakan tas belanja untuk mengurangi penggunaan kantong plastik. Tapi pada praktiknya, saat konsumen ingin membayar kasirnya tidak pernah menanyakan pada konsumen memakai plastik atau tidak (membawa tas sendiri).
  4. Kompleks perumahan yang dipromosikan sebagai perumahan ‘green‘ atau ‘eco‘ karena ada banyak taman dan pepohonan, namun setiap rumah didesain untuk boros menggunakan listrik, tidak menyediakan sistem pengelolaan sampah, air hujan dari atap masuk ke selokan (bukan ke sumur resapan), tidak ada transportasi umum (akibatnya warga tetap harus menggunakan mobil/motor untuk beraktivitas), dan tidak menyediakan fasilitas yang aman bagi pejalan kaki maupun pengguna sepeda.
  5. Perusahaan membuat acara seperti konser, bazar, dan festival dengan label ‘green‘, sementara dalam pelaksanaannya ada banyak sampah yang bertebaran (misalnya sampah brosur, plastik ,dan styrofoam); sampah hanya dibersihkan oleh petugas kebersihan dan dibuang ke TPA, tidak dipilah dan didaur ulang; konsumsi panitia diberikan dalam kotak styrofoam dan gelas plastik; pengunjung tidak dihimbau untuk menggunakan kendaraan umum atau sepeda; dan acaranya menggunakan listrik yang sangat besar.

Dari beberapa contoh greenwashing di atas, berikut ini beberapa tips untuk mengidentifikasi ajakan yang berbau greenwashing dan menghindarinya jika memang itu benar.

  1. Penulisan iklan yang menggunakan bahasa marketing tidak jelas dan kata ‘green‘ hanyalah embel-embel. Greenwashing seperti iklan marketing ini, bisa kita identifikasi dengan cara bersikap lebih peka dalam memahaminya.
  2. Menggunakan istilah-istilah keilmuan yang tidak familiar seperti “produk aman karena menggunakan zat ini dan itu”. Untuk istilah yang tidak familiar, bisa kita ketahui dengan mencari referensinya di internet, buku-buku, maupun literatur lain.
  3. Adanya klaim ramah lingkungan yang tidak didukung dengan pembuktian. Klaim yang tidak jelas ini juga bisa kita identifikasi dengan mencari tahu kebenarannya dari berbagai sumber.
  4. Perusahaan yang sudah sering dan jelas dikritik karena perusakan lingkungan tetapi melabeli diri dengan label ‘green‘. Identifikasi bisa kita lakukan dengan mencari tahu sejarah dan sepak terjang perusahaan tersebut dan seberapa besar kontribusinya untuk lingkungan dibandingkan dengan kerusakan yang dilakukannya.
  5. Produk yang sudah sangat jelas mengancam lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan tetapi dipromosikan sebagai produk ramah lingkungan. Cara identifikasinya juga tidak begitu sulit : iklan rokok, obat nyamuk, pestisida, dan produk-produk beracun lainnya dikatakan sebagai produk ramah lingkungan; percayakah Anda?

Kita mungkin memiliki niat yang baik untuk menjaga kelestarian lingkungan. Jangan sampai niat baik kita tersebut malah dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan atau menutupi tindakan sebenarnya yang berdosa pada lingkungan. Dan jangan pula juga kita apatis begitu saja akan ajakan-ajakan yang ‘go green‘, siapa tahu itu memang benar sebuah tindakan untuk menyelamatkan lingkungan. Dengan informasi di atas, semoga kita bisa lebih peka dalam membedakan ajakan-ajakan yang berbau penyelamatan lingkungan.

Dari Berbagai Sumber (Wikipedia, Green Life Style, Walhi Bali, Materi Kuliah Info, The Sietch)

Comments