Skip to main content

Bumi Ini Berharga

Image by Bob Bello from Pixabay


Bagaimana Tuan dapat membeli atau menjual langit dan kehangatan tanah?
Gagasan ini aneh bagi kami, kalau kami tidak memiliki udara yang segar dan air yang bergemericik.
Bagaimana Tuan dapat membelinya?

Pada tahun 1854, "Pemimpin Besar Orang Kulit Putih" yang berkedudukan di Washington menyatakan keinginannya untuk membeli tanah milik orang Indian yang luas dan berjanji akan memberi mereka "tanah perlindungan". Jawaban Kepala Suku Seattle berikut dianggap sebagai pernyataan mengenai lingkungan hidup paling indah yang pernah dibuat.

Semuanya Keramat

Bagi bangsa saya, setiap bagian dari bumi ini adalah keramat. Dalam ingatan dan pengalaman bangsa saya, setiap pucuk daun cemara yang berkilauan, setiap pantai berpasir, setiap kabut yang menyelimuti hutan nan gelap, setiap jengkal tanah terbuka dan serangga yang bergumam adalah sakral. Sari kehidupan yang mengalir di dalam pepohonan menyimpan ingatan orang kulit merah.

Orang kulit putih yang mati, ketika mereka berjalan di antara bintang, tidak ingat lagi di mana tanah kelahirannya. Bagi kami, orang mati tidak pernah melupakan bumi yang indah ini, karena bumi adalah ibunda orang kulit merah.

Kami adalah bagian dari bumi dan bumi adalah bagian dari kami. Bunga-bunga semerbak wangi adalah saudara perempuan kami. Rusa, kuda, elang besar adalah saudara laki-laki kami. Tebing berbatu, sari bunga yang ada di lembah, kehangatan tubuh kuda dan manusia semuanya adalah keluarga.

Tidak Mudah

Jadi, jika Pemimpin Besar di Washington mengajukan keinginan hendak membeli tanah kami, niat itu kami anggap sungguh penting. Pemimpin Besar memberi kabar kalau ia akan memberi tempat bagi kami, sehingga kami dapat hidup dengan sejahtera. Ia akan menjadi ayah kami dan dan kami menjadi putra putrinya. Oleh sebab itu kami akan mempertimbangkan keinginan untuk membeli tanah kami. Tetapi hal ini tidak akan mudah terlaksana, sebab bagi kami tanah ini keramat. Air berkilauan yang mengalir di sungai-sungai bukanlah sekedar air, melainkan darah nenek moyang kami.

Kalau kami sampai menjual tanah kepada Tuan, harus diingat kalau tanah itu keramat. Tuan harus mengajari anak-anak Tuan kalau tanah itu suci, dimana setiap pantulan yang samar-samar di dalam air jernih danau menceritakan kejadian-kejadian dan ingatan pada kehidupan bangsa kami. Kecepak air adalah suara ayah dari ayah kami.

Kebaikan

Sungai-sungai adalah saudara laki-laki kami. Mereka mengatasi dahaga kami. Sungai mengangkut kano-kano kami dan memberi makan anak-anak kami. Jika kami menjual tanah kepada Tuan maka Tuan harus ingat mengajari anak-anak Tuan kalau sungai adalah saudara laki-laki kami, seperti layaknya Tuan memberi keramahan yang pantas kepada saudara laki-laki.

Kami tahu bangsa kulit putih tidak memahami tata kehidupan kami. Satu bagian tanah dianggap sama dengan bagian lain, karena ia adalah orang asing yang tiba pada malam hari, kemudian mengambil tanah yang ia butuhkan. Tanah bukanlah saudara laki-lakinya tetapi musuh. Jika ia telah menguasai tanah tersebut maka iapun akan melanjutkan perjalanannya.

Ia meninggalkan kuburan ayahnya dengan tak acuh. Ia menjarah bumi milik anak-anak dengan tak acuh. Kuburan ayahnya dan hak hidup anak-anaknya dilupakan. Ibunya, yaitu bumi dan saudara laki-lakinya, yaitu langit, diperlakukan sebagai barang dagangan yang dapat dibeli, dirampok dan dijual seperti kambing atau manik-manik yang berwarna cerah. Nafsunya akan menelan bumi dan hanya meninggalkan padang pasir.

Saya tidak tahu. Jalan kami berbeda dengan jalan Tuan. Pemandangan kota-kota tuan menyakitkan mata orang kulit merah. Mungkin karena orang kulit merah adalah orang biadab yang tidak mengerti.

Tidak ada satu tempat pun yang tenang di kota-kota orang kulit putih. Tidak ada tempat untuk melihat mekarnya daun pada musim semi atau gesekan sayap serangga. Mungkin saja karena saya orang yang biadab dan bodoh. Kebisingan kota hanya mengusik telinga, dan apalah artinya kehidupan jika orang tidak dapat mendengar teriakan kesepian burung whippoorwil atau celoteh katak di sekeliling kolam pada malam hari? Saya hanyalah seorang kulit merah yang tidak tahu apa-apa.

Orang Indian lebih menyenangi suara lembut dan aroma angin yang berdesir di atas permukaan kolam, yang dibersihkan oleh hujan siang hari, yang diimbuhi wewangian dari pohon cemara.

Berharga

Udara sangat berharga bagi orang kulit merah, karena semua berbagi nafas dengannya, binatang, pohon, dan manusia. Orang kulit putih tidak memperhatikan udara yang dihirup. Seperti orang yang sudah mati beberapa hari, ia kebal dengan bau busuk.

Jika tanah ini kami jual kepada Tuan, Tuan harus ingat kalau udara sangat penting bagi kami, kalau udara membagi esensinya dengan semua yang ia tunjang kehidupannya. Angin yang memberi nafas pertama kepada kakek kami juga menerima nafas terakhir darinya. Jika kami menjual tanah kepada Tuan, Tuan harus memisahkan dan memuliakannya sebagai tempat di mana orang kulit putih pun dapat menikmati angin, yang dipermanis oleh aroma bebungaan padang rumput.

Satu Syarat

Jadi kami akan mempertimbangkan permintaan Tuan untuk membeli tanah kami. Jika kami setuju, saya mau mengajukan satu syarat. Orang kulit putih harus memperlakukan binatang-binatang di atas tanah ini sebagai saudara laki-laki. Saya orang biadab dan saya tidak mengerti cara lainnya.

Saya telah melihat ribuan kerbau yang membusuk di padang rumput, ditinggalkan begitu saja oleh orang kulit putih yang menembakinya dari kereta api yang sedang berjalan. Saya orang biadab dan tidak mengerti betapa kuda besi berasap dianggap lebih penting daripada kerbau yang kami bunuh demi hanya untuk menyambung kehidupan.

Apalah artinya manusia tanpa binatang? Jika semua binatang punah, manusia akan mati karena kesepian yang luar biasa. Karena apapun yang terjadi pada binatang akan terjadi pula secara cepat pada manusia. Semua hal saling bertalian.

Abu

Tuan harus mengajari anak-anak Tuan kalau tanah di bawah telapak kaki mereka adalah abu dari kakek-kakek Tuan. Agar mereka menghargai tanah, ceritakanlah kepada mereka kalau bumi ini kaya dengan kehidupan. Ajarkanlah kepada anak-anak Tuan seperti kami mengajarkan kepada anak-anak kami, bahwa bumi adalah ibu kita. Apa yang terjadi pada bumi akan terjadi pada anak-anak kami. Jika orang meludahi tanah maka ia meludahi dirinya sendiri.

Yang kami ketahui bumi tidak dimiliki orang. Oranglah yang dimiliki bumi. Kami tahu, semua hal saling bertalian. Seperti darah yang menyatukan keluarga. Apa yang terjadi dengan bumi akan terjadi pada anak-anak kami. Manusia tidak merajut jaring-jaring kehidupan. Ia hanyalah bagian kecil dari padanya. Apa yang ia perbuat terhadap jaring kehidupan adalah tindakan yang dilakukan terhadap dirinya sendiri. Bahkan orang kulit putih, yang Tuhannya berjalan dan berbicara dengannya seperti teman kepada teman tidak dapat dikecualikan dari nasib bersama. Kita semua akhirnya bersaudara. Kita akan melihatnya. Satu hal yang kita ketahui, yang pada suatu hari akan disadari pula oleh orang kulit putih, Tuhan kita adalah Tuhan yang sama.

Sekarang Tuan boleh berpendapat bahwa Tuan memiliki Dia, sebagaimana Tuan ingin memiliki tanah kami. Tetapi tidak mungkin Tuan memiliki Dia sendiri. Dia adalah Tuhan dari semua manusia, yang perhatiannya sama besar baik kepada orang kulit merah maupun orang kulit putih. Bumi ini amat berharga bagi Dia. Merusak bumi akan membangkitkan balas dendam Sang Pencipta. Orang kulit putih juga akan lenyap, mungkin lebih cepat dari suku-suku lainnya. Kotorilah ranjang Tuan, maka pada suatu malam Tuan akan tercekik oleh kotoran Tuan sendiri.

Pada saat Tuan mati, Tuan akan besinar terang, dibekali kekuatan Tuhan yang membawa Tuan ke Tanah ini, untuk tujuan istimewa memberi Tuan kekuasaan atas tanah ini dan atas orang kulit merah. 

Takdir adalah suatu misteri bagi kami, karena kami tidak tahu kapan semua kerbau habis disembelih, kuda liar dijinakkan, sudut-sudut rahasia hutan dipenuhi bau orang banyak, dan bukit-bukit dipenuhi kabel-kabel berbicara.

Dimanakah semak belukar? Hilang. Di manakah elang? Lenyap. Di sinilah kehidupan berakhir. Dan kehidupan baru pun dimulai! []

Dikutip dari Prolog Buku "Hanang Samodra / RKT Ko - Nilai Strategis Kawasan Kars di Indonesia"

Comments