Skip to main content

Menyelam di Perairan Pulau Sangiang

Jika kita pernah melintasi Selat Sunda dari Pelabuhan Merak di Banten ke Pelabuhan Bakauheuni di Lampung atau sebaliknya, kita akan dapat melihat Pulau Sangiang di sebelah selatan jalur penyeberangan kita dari atas kapal feri yang kita tumpangi. Pulau yang merupakan wilayah dari Kabupaten Serang di Provinsi Banten ini adalah sebuah taman wisata laut di bawah naungan Departemen Kehutanan yang diresmikan pada tanggal 12 Oktober 1991 silam. Di perairan pulau 700,20 hektar inilah terumbu-terumbu karang yang indah banyak bertebaran.

Berawal dari ajakan beberapa orang rekan dari perjalanan saya ke Lombok beberapa waktu lalu, jadilah tercetus sebuah ajakan untuk melakukan penyelaman lagi. Dipilihnya perairan di Pulau Sangiang adalah karena kegiatan yang hanya akan dilakukan selama satu hari, lokasinya yang cukup dekat dari Kota Jakarta, dan sebagian besar dari tim perjalanan belum pernah menyelam di lokasi tersebut.

Salah satu view di tepi pantai Pulau Sangiang

Pagi itu kami awali dengan menyiapkan berbagai peralatan selam di Pelabuhan Paku Anyer, pelabuhan tempat titik start kami untuk menyeberang ke Pulau Sangiang serta tempat melakukan perizinan pada petugas Departemen Kehutanan untuk melakukan kegiatan di Taman Wisata Laut Pulau Sangiang. Dan entah kenapa pagi itu gelombang laut sangat besar, membuat ciut nyali saya dan juga rekan-rekan seperjalanan. Padahal seminggu sebelumnya kondisi perairannya cukup tenang ketika pelatih sekaligus dive master saya, Bang Sarwo, ke tempat ini. Jadilah kemudian satu jam perjalanan saya menuju Pulau Sangiang ini menjadi perjalanan yang membuat saya hampir mabuk laut.

Mendekati Pulau Sangiang, perairan pun menjadi tenang. Kebiruan dan cukup jernih, pertanda perairan ini memang cukup aman digunakan sebagai tempat berkegiatan selam. Kami yang berjumlah total 15 orang penyelam dibagi menjadi dua tim untuk mengurangi keramaian gerombolan di bawah air. Saya sendiri masuk ke dalam tim kedua, tim yang menyelam setelah tim pertama turun. Spot penyelaman kami berada kira-kira di sebelah timur pulau, dikenal dengan nama Tanjung Bajol. Kedalaman penyelaman kami adalah 18 - 20 meter.

Saya pun turun ketika tiba giliran untuk tim kedua. Ekualisasi dilalui dengan baik, begitu juga hal-hal teknis lainnya. Saya menjumpai spesies-spesies yang sebagian besar pernah saya temui sebelumnya ketika menyelam di Lombok. Ganggang yang menghijau, clown fish yang malu-malu, angel fish dan schoolfish yang bergerombol, lionfish yang menyendiri, seekor penyu hijau yang kabur ketika didekati, ubur-ubur yang kecil tapi bertebaran di mana-mana, dan spesies penuh warna lainnya. Ubur-ubur? Ya benar. Ada banyak ubur-ubur di perairan ini. Berwarna ungu dan kebiru-biruan. Alhasil 45 menit kemudian ketika kami naik ke atas perahu, kami semua terkena penyakit kulit alias gatal-gatal. Kulit muka, leher, tangan, dan bahkan bagian tubuh yang tertutup oleh wet suit pun menjadi kemerahan dan perih. Itu semua adalah akibat racun ubur-ubur yang mengenai kulit kami. Kamal, seorang rekan yang sudah sering menyelam berujar sambil tersenyum, "Nggak pa pa. Nikmati saja rasa gatalnya. Ntar juga ilang".

Saya dengan latar papan nama Pulau Sangiang (photo by Untung SS)

Tengah hari, kami menepi di pantai untuk istirahat siang. Masakan padang sebagai menu makan siang terasa begitu nikmat seusai lelah berenang di bawah laut, begitu juga buah kelapa muda sebagai menu tambahan yang kami petik dari pohonnya yang banyak tumbuh di sepanjang pantai. Selain kelapa, ada waru, pinus pantai, dan pohon bakau yang juga tumbuh di pulau yang ada rawa-rawanya ini. Sedangkan pasir pantai di sisi timur pulau ini berupa pasir putih dengan banyak kerikil. Dan sungguh sayang, ada beberapa potong karang teronggok. Entah siapa pemilik tangan jahil yang tega merusak terumbu karang di perairan ini. Kalau dihitung, kurang lebih perlu waktu satu tahun untuk menumbuhkan karang menjadi seukuran karang yang teronggok itu. Begitu juga sisa-sisa sampah plastik berserakan yang saya pikir tentu ditinggalkan oleh orang yang turun ke pantai di pulau yang tak banyak penghuni ini.

Karang yang dirusak oleh tangan-tangan jahil

Setelah dua jam lamanya melakukan surface interval atau selang waktu di darat dalam beberapa kali penyelaman berurutan, kami pun menyelam lagi. Spot masih di Tanjung Bajol tapi dengan lokasi melanjutkan jalur penyelaman sebelumnya dan bolak-balik. Kali ini kami menyelam dalam satu tim, tapi satu dive master dan seorang rekan saya tidak ikut turun. Bang Sarwo, dive master saya tidak turun dan membantu mengawasi dari atas perahu. Ia digantikan oleh Bang Sehat, asistennya yang juga berprofesi sebagai dive master. Sedangkan satu rekan saya, Pak Teddy juga tidak turun karena esok paginya harus melakukan penerbangan ke luar kota. Selain perhitungan terkait waktu, ada keterkaitan perhitungan beda ketinggian jika kita melakukan kegiatan menyelam yang berpengaruh pada tubuh kita. Dan karena alasan akan terbang itulah rekan saya tersebut dengan sangat terpaksa tidak menyelam lagi untuk kedua kalinya.

Spesies yang ditemui di penyelaman kedua ini tentu saja tidak jauh berbeda. Adanya ubur-ubur tak usah ditanyakan lagi. Hanya gerombolan angel fish yang ukurannya besar-besar begitu menarik dan membuat sedikit perbedaan dengan penyelaman sebelumnya. Saya berenang mendekati dan mencoba bermain bersama mereka. Mereka malah menjadi bubar dan satu ekor terpisah dari teman-temannya. Ikan itu terlihat kebingungan dan tampak lucu, seperti seekor bebek yang terpisah dari rombongannya. Baiklah, maafkan saya dan silahkan kembali ke teman-temanmu, begitu saya berujar dalam hati.

Penyelaman saya yang kedua ini dilakukan selama 50 menit dan kemudian kembali lagi ke tepi pantai. Ketika hendak berangkat pulang, tak disangka perahu yang kami gunakan mengalami kerusakan mesin dan tak kunjung selesai diperbaiki. Jadilah berbagai peralatan yang sudah dipacking dan dirapikan di perahu tersebut dipindahkan ke perahu lain yang lebih kecil. Menerjang gelombang besar Selat Sunda di hari yang telah menjelang senja. Atap kapal yang hanya setengah membuat sebagian besar dari kami basah kuyup tersiram cipratan gelombang. Seperti arung jeram saja perahu kami di tengah laut. Akhirnya kami tiba kembali di Pelabuhan Paku Anyer dengan selamat ketika matahari mulai terbenam di balik cakrawala.

Senja di Pelabuhan Paku Anyer

Di sela-sela obrolan saya dengan beberapa rekan ketika menikmati mie bakso di depan rumah seorang warga yang menjadi base camp kami, saya teringat tentang artikel di National Geographic Februari 2011 lalu. Artikel tentang karang artifisial dari bangkai mesin perang yang ditenggelamkan di lepas pantai Amerika Serikat. Ketika saya menyelam, ternyata ada rombongan penyelam sebuah dive center di Indonesia yang menenggelamkan mobil, motor, dan beberapa benda bermesin lainnya di perairan yang tak jauh dari lokasi saya menyelam. Katanya motor yang ditenggelamkan kondisinya masih layak pakai dan ditenggelamkan dengan cara mengendarainya, dilompatkan dari perahu untuk terjun ke dalam air, kemudian divideokan. Yang saya pikirkan adalah cara menenggelamkan benda tersebut oleh penyelam yang tentu tahu tentang mencintai laut. Bukankah motor jika ditenggelamkan dengan cara tersebut tentunya masih berisi bensin di dalamnya yang bisa mencemari perairan? Juga kenapa harus motor yang masih layak pakai yang ditenggelamkan?

Mungkin saya yang pemula ini yang tidak mengerti. Atau mungkin saya terlalu berlebihan menyikapi cara-cara yang dilakukan seperti itu. Yang pasti benda-benda yang ditenggelamkan tersebut kelak memang akan menjadi karang artifisial yang indah. Di sepanjang perjalanan pulang di Jalan Raya Anyer yang rusak, saya terbayang akan beragam penghuni laut yang nanti akan tertarik mendiami berbagai benda yang akan tumbuh menjadi karang indah tersebut. Juga terbayang bagaimana sedikit pencemaran kecil yang terjadi pada awalnya serta orang-orang yang tidak sanggup membeli motor melihat sebuah motor ditenggelamkan ke dalam laut.

Find Some Pulau Sangiang Pictures in My Gallery
Under Water Pictures of Pulau Sangiang will be Uploaded Later


Jakarta, Maret 2011

Comments

  1. Mantaps.....kalau bisa sertakan foto bawah lautnya dunk jor.....soale tiang agak kurang familier dengan spesies yang kamu sebutkan di atas. Dengan foto, paling tidak membantu imajinasiku untuk menggambarkan ikan2 tersebut dan keadaannya ^_^.
    Apalagi ikan yang kebingungan itu...tentu sangat lucu ihihihihi

    ReplyDelete
  2. @Tomfrakz : Dive bareng pelatih dan teman-teman saya Bro Thomas, dari POSSI. :-)

    @Kania : Belum ada kamera under water Mbok Dayu, ini sedang menunggu sharing foto dari teman yang bawa. :-)

    ReplyDelete
  3. Maaf, numpang nanya, kalau di Sangiang apa ada tempat sewa/isi tabungnya? kebetulan saya ingin ke sana

    ReplyDelete
  4. Tidak ada Mas. Memang harus bawa tabung sendiri.

    ReplyDelete

Post a Comment